Monday, February 20, 2023

Catatan (11) Childfree dan Dampak Ekonominya

             



            Childfree menjadi marak diperbicangkan akhir – akhir ini karena seorang influencer terkenal mengemukakan pendapatnya dalam komentar di salah satu sosial media. Childfree bukanlah sesuatu yang baru dan sudah sering juga diangkat ke media. Bahkan akhir tahun lalu BBC Indonesia juga sempat mengangkat tema ini dalam tajuknya dan tentu saja banyak pro kontra di dalamnya. Aku pribadi sebagai penggemar kpop, kdrama dan hal korea – korean sudah biasa mendengar pandangan ini karena banyak kasus di negara itu terkait childfree bahkan marriagefree diantara warganya.

            Lalu apa sih sebenarnya childfree itu ? Dari padanan kata kita sudah bisa melihat perbedaannya dari marriagefree. Jika penganut marriagefree sama sekali tak mau menikah dan berkeluarga karena macam – macam hal. Maka penganut childfree tidak memiliki resistansi terhadap pernikahan, namun mereka tidak ingin memiliki keturunan karena alasannya masing – masing.

            Menurutku pribadi tidak ada yang salah dengan childfree ini karena itu adalah pilihan dari masing – masing pasangan suami istri untuk melakukannya. Childfree sendiri bisa membuat penganutnya lepas dari berbagai macam tanggung jawab dan biaya membesarkan anak serta biaya hidup yang harus diakui nilainya tidak sedikit di masa sekarang ini. Selain terkait hal itu perubahan iklim yang terjadi serta krisis dan kerentanan pangan global membuat konsep childfree bisa mengurangi tekanan tersebut. Namun konsep ini juga mengakibatkan dampak buruk jika terjadi secara masif di suatu negara contohnya saja yang akhir – akhir ini bisa kita saksikan di media adalah pada negara China, Korea Selatan dan Jepang dimana mereka mengalami depopulasi atau penurunan pertumbuhan penduduk.

            Ketiga negara tadi bahkan melakukan langkah – langkah ekstra untuk membuat warganya mau memiliki anak. Mulai dari memberikan tunjangan anak, memberi jatah cuti bagi orang tua yang memiliki anak bahkan China sampai menghapus kebijakan satu anaknya untuk menggenjot populasi. Mengapa mereka sampai melakukan hal yang demikian ? Jawabannya adalah perekonomian negara – negara tersebut bisa “tenggelam” akibat pandangan childfree yang begitu masif tadi.

            Beberapa hari lalu aku dan beberapa sahabat berbincang larut malam tentang topik “Japan lost decade”. Jepang adalah contoh nyata dari buruknya dampak childfree bagi perekonomian. Pada dekade 1990 an ekonomi Jepang mengalami stagnasi dan sulit untuk tumbuh hingga mengalami “dasawarsa yang hilang” tadi. Sebelumnya Jepang adalah perekonomian terbesar kedua di dunia tetapi karena “lost decade” ini mereka disalip oleh China pada 2010 lalu. Childfree memang bukan penyebab utama Jepang mengalami hal itu, namun konsep tersebut membuat negara produsen anime ini menjadi sulit untuk bangkit. Tingkat kelahiran di Jepang sudah mengalami titik krisis. Bahkan menurut Menteri Kesehatannya tingkat kelahirannya kurang dari 800.000 atau terendah sejak mereka mulai mencatat kelahiran pada tahun 1899. Selain itu pendapatan perkapita Jepang mengalami penurunan dari USD 50.000 menjadi USD. 43.000 pada tahun 2020 lalu.

            Para ahli menyimpulkan kurangnya ruang di perkotaan membuat orang tua kesulitan mengasuh anak. Selain itu pendapatan yang menurun juga membuat beban mengurus anak menjadi semakin berat. Maka childfree menjadi pilihan, bahkan jika tidak memilih childfree mereka memilih menikah dengan hal – hal aneh mulai dari karakter anime, boneka seks bahkan hingga tiang listrik. Hal tadi mengakibatkan Jepang mengalami krisis demografi dimana populasi semakin menua sementara kebutuhan tenaga kerja tak dapat terpenuhi oleh generasi muda karena rendahnya kelahiran. Kurangnya tenaga kerja membuat roda perekonomia terhambat dan sulit bangkit, pendapatan menurun dan beresiko membuat makin banyak orang Jepang tak ingin memiliki anak atau bahkan menikah.

            Apa yang terjadi di Jepang saat ini sudah mulai terjadi di Korea Selatan dan China. Korea sudah mencatat dua kali penurunan pertumbuhan penduduk dan China untuk pertama kali sejak krisis pangan pada masa Mao Zedong mengalami penurunan jumlah penduduk. Sehingga ketiga negara tadi memutar otak membuat kebijakan agar kelahiran dapat meningkat lagi. Nah sekarang apakah pandangan influencer tadi yang mempromosikan childfree membuat Indonesia berpotensi mengalami hal yang sama ? Jawabannya Indonesia belum mengalami hal itu karena pertumbuhan penduduk kita masih di atas 2% lebih sedikit. Tapi jika melihat beberapa artikel yang mengangkat tema childfree sebenarnya pandangan ini mulai menjangkiti pasangan – pasangan muda utamanya di kota besar.

            Aku sendiri bukan penganut pandangan ini, namun aku pribadi lebih berpandangan bahwa sebelum berumah tangga dan memiliki keturunan hendaknya perlu mempersiapkan mental kita. Karena membangun keluarga bagiku bukan sekedar terkait materi saja namun juga perlu mental yang baik. Semakin banyak orang muda yang bercerai bukan karena kurangnya materi namun justru karena sudah merasa tak sejalan. Jika sudah seperti ini yang jadi korban bukan hanya si pasangan saja namun juga keturunannya. Lalu jika memang nantinya diberi amanah keturunan pasangan sudah lebih siap lahir batin jika mentalnya dipersiapkan sejak sebelumnya. Tapi intinya paham tadi memiliki dampak yang buruk bagi perekonomian suatu negara dalam jangka panjang.

            So, jadi itu pandanganku untuk masalah ini. Jika kalian punya pandangan berbeda tentang childfree ini it’s up to you. Because your life is your own choice’s. Sorry for bad english hehehe sesekali pengen sok Inggris hahaha.

Previous Post
Next Post

Penyuka Korea yang lagi berjuang meraih mimpi

0 comments:

Silahkan Bacot