Thursday, March 13, 2014

Visi Kaltim - Kaltara ke Depan Mengenai Perbatasan







PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR


Disusun oleh:
Hutama Muhammad Anhar
Siswa kelas XI jurusan IPS di SMAN 10 Samarinda





                                 I.         PENDAHULUAN

        Provinsi Kalimantan Timur adalah Provinsi terbesar kedua di Indonesia setelah Provinsi Papua. Luasnya 1,5 kali luas Pulau Jawa dengan jumlah penduduk kurang lebih 3.533.143 juta jiwa. Provinsi Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi terkaya di Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah mulai dari migas dan pertambangan seperti batu bara.

        Provinsi Kalimantan Timur memiliki wilayah perbatasan di sepanjang 1.038 km yang meliputi 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat. Ke 3 (tiga) kabupaten itu berbatasan dengan Negara Bagian Sabah dan Serawak. Kabupaten Nunukan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah dan Serawak. Bahkan wilayah Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan terbagi 2 antara Indonesia dan Malaysia. Sedangkan Kabupaten Malinau dan Kutai Barat berbatasan langsung dengan Negara Bagian Serawak. Luas  wilayah  perbatasan  kerseluruhan  Kalimantan Timur yang meliputi  Kabupaten  Kutai  Barat, Kabupaten  Malinau  dan  Kabupaten Nunukan . Namun wilayah perbatasan yang paling terkenal adalah Pulau Sebatik mencapai  88.513,08  km2  atau  42,42  %  dari  luas  wilayah Provinsi  Kalimantan  Timur secara keseluruhan.

        Luasnya wilayah perbatasan itu membuat Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kutai Barat menjadi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan terutama kebutuhan akan infrastruktur dasar yang baik dan memadai. Kondisi infrastruktur di perbatasan Kalimantan Timur secara umum dalam kondisi memprihatinkan. Banyak warga yang tidak dapat menikmati infrastruktur jalan, jembatan, listrik, air bersih dan fasilitas umum yang memadai terutama di kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Hanya wilayah perkotaan saja yang memiliki infrastruktur yang lumayan lengkap dibandingkan wilayah kecamatan, itupun tetap saja tidak sebanding dengan fasilitas umum yang ada di negara tetangga.

        Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan, perbatasan yang seyogyanya menjadi beranda depan NKRI justru malah menjadi terlantar dan tidak terurus seperti halaman belakang saja. Padahal seharusnya kondisi infrastruktur perbatasan diperhatikan dan dibangun sebagus dan sekuat infrastruktur di daerah Jawa karena hal ini menyangkut masalah ketahanan dan keamanan NKRI.

        Pembangunan infrastruktur di perbatasan juga berkaitan dengan kondisi nasionalisme warga perbatasan. Selama ini dengan minimnya pembangunan infrastruktur di perbatasan mengakibatkan warga perbatasan merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah. Mereka merasa diabaikan dan akhirnya banyak dari mereka memilih untuk pindah ke negara tetangga dan berganti kewarganegaraan karena kondisi disana jauh lebih baik daripada di Indonesia.

        Selama ini pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten selalu beralasan minimnya pembangunan di perbatasan karena keterbatasan anggaran pemerintah. Namun sebenarnya masalah utama pembangunan perbatasan adalah tidak adanya komitmen dari pemerintah untuk menganggarkan dana pembangunan perbatasan. Contohnya saja Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memilih membangun jalan tol Balikpapan-Samarinda daripada jalan raya disepanjang perbatasan. Padahal proyek senilai Rp. 6,2 Triliun itu hingga kini progresnya masih rendah dan belum ada kemajuan yang berarti. Seandainya saja anggaran 6,2 Triliun itu dialokasikan di perbatasan, maka sudah berapa ratus kilometerkah jalan yang dapat dibangun ? Sudah berapa sekolah yang dapat dibangun dan diperbaiki ? Sudah berapa puskesmas dan posyandu yang dapat dibangun ? Dan sudah berapa banyak bandara di perbatasan yang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik ? Satu hal yang dibutuhkan dalam membangun perbatasan adalah komitmen dari pemerintah untuk membangun perbatasan kita. 


II.      KONDISI REAL PERBATASAN KALTIM SAAT INI
Dari pendahuluan di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi perbatasan jelas sangat memprihatinkan dan sangat terbatas. Minimnya infrastruktur di perbatasan mengakibatkan daya saing Indonesia terhadap negeri jiran Malaysia sangat rendah. Minimnya infrastruktur juga mengakibatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat perbatasan sangat rendah dibandingkan Negara tetangga Malaysia.
Salah satu contoh adalah Kecamatan Krayan di Kabupaten Nunukan. Kecamatan Krayan sangat terisolasi baik dari ibukota kabupaten di Nunukan maupun dari ibukota provinsi di Samarinda. Bahkan antar desa di Krayan tidak terhubung dengan jalan, banyak desa di Krayan yang hanya bisa dicapai dengan menggunakan pesawat. Tidak adanya infrastruktur jalan yang memadai disana jelas sangat merugikan masyarakat di Krayan dan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi disana. Namun ada beberapa desa yang terhubung dengan jalan akan tetapi jalan itu sangat memprihatinkan dan sulit untuk dilalui kendaraan. Bahkan untuk mencapai Kecamatan Krayan dari ibukota Kabupaten Nunukan hanya bisa menggunakan pesawat jenis Cessna, yang jadwalnya tidak teratur. Salah satu hal yang terjadi adalah ekonomi biaya tinggi di Krayan karena segala kebutuhan sembako hanya bisa dipasok dari Malaysia saja. Bukan hanya infrastruktur jalan saja namun listrik dan air bersih juga tidak memadai di Krayan. Krayan memiliki satu bandara yang lumayan memadai namun hanya dapat didarati pesawat kecil karena kondisi bandaranya yang kapasitasnya minim. Sedangkan bandara lainnya hanya memiliki landasan pacu tanah dan rumput.
Hal ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Nunukan saja, namun juga terjadi di kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Malinau dan Kutai Barat. Wilayah perbatasan hanya dapat dicapai dengan menggunakan pesawat karena ketiadaan infrastruktur jalan yang menghubungkan seluruh wilayah perbatasan Indonesia. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tidak tinggal diam melihat kondisi tersebut, pemerintah menganggarkan anggaran untuk meningkatkan kapasitas bandara di tiga kabupaten perbatasan. Tiga bandara itu terletak di Data Dawai (Kutai Barat), Long Ampung (Malinau), dan Long Bawan (Krayan). Pemerintah meningkatkan panjang landasannya menjadi 1.600 meter sehingga dapat didarati pesawat yang lebih besar sekelas Hercules. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga membangun pelabuhan Pos Lintas Batas Laut (PLBL) Lamhiejung di Nunukan sebagai pelabuhan internasional speedboat yang menghubungkan antara Nunukan dan Tawau, Malaysia. Namun hingga saat ini PLBL Lamhiejung belum dioperasikan untuk tujuan Tawau karena alasan teknis. PLBL ini hanya digunakan untuk melayani jalur speedboat domestik tujuan Tarakan, Tanjung Selor dan Kecamatan Sebuku, Sembakung dan Lumbis di wilayah pedalaman Kabupaten Nunukan.
Selain membangun bandara dan pelabuhan di perbatasan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga memekarkan wilayah Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara. Harapannya dengan dimekarkannya Provinsi Kalimantan Timur menjadi Kalimantan Utara maka pembangunan di daerah perbatasan dapat semakin intensif dilakukan karena rentang kendali pemerintahan semakin dekat. Namun saat ini Provinsi Kalimantan Utara belum bisa optimal melaksanakan pembangunan karena belum adanya gubernur definitive, anggaran pemerintah,perangkat kerja yang lengkap dan DPRD Provinsi Kalimantan Utara yang belum terbentuk.
Selain kondisi infrastruktur yang memprihatinkan dan sulitnya untuk mendapatkan sembako di wilayah perbatasan. Masyarakat di perbatasan juga mengalami kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) dan tabung gas untuk kebutuhan memasak. Untuk memenuhinya warga di perbatasan mendapatkan bahan bakar minyak dan tabung gas dari Malaysia. Ada beberapa daerah yang mendapatkan jatah BBM dari Pertamina. Namun antrean kendaraan yang mengantri BBM di SPBU adalah pemandangan biasa di beberapa daerah di perbatasan. Tidak sampai 3 hari kuota BBM di daerah perbatasan pasti langsung habis dan harus menunggu hingga 10 hari sampai kuota selanjutnya tiba. Hal ini biasa terjadi di daerah Pulau Sebatik dan Nunukan di Kabupaten Nunukan.
Kondisi serba terbatas dan memprihatinkan di daerah perbatasan ini telah dialami oleh warga di perbatasan bahkan sejak Indonesia merdeka. Masyarakat perbatasan sudah bosan dengan rencana yang telah direncanakan pemerintah namun hingga saat ini tidak pernah dijalankan. Kondisi lain yang terjadi di perbatasan adalah tidak sinkronnya rencana pembangunan yang dibuat oleh pemerintah dengan rencana pertahanan nasional sehingga infrastruktur di perbatasan tidak dapat digunakan untuk mendukung pertahanan nasional negara kita. 

III.           LANGKAH STRATEGIS PEMBANGUNAN             PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR
Pembangunan perbatasan memerlukan terobosan agar perbatasan dapat menjadi beranda depan NKRI yang menjadi halaman depan rumah kita Indonesia. Pembangunan infrastruktur perbatasan juga harus bersinergi dengan rencana pertahanan negara kita sehingga jika terjadi keadaan darurat atau perang dapat dilakukan mobilitas dan pergerakan pasukan serta kendaraan tempur TNI dengan cepat disepanjang wilayah perbatasan. Langkah awal yang diperlukan dalam membangun perbatasan adalah dengan meningkatkan konektifitas antar daerah di perbatasan. Saat ini untuk meningkatkan konektifitas di daerah perbatasan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menambah kapasitas dan memperpanjang landasan pacu tiga bandara di daerah perbatasan. Namun hal itu tidaklah cukup, yang diperlukan masyarakat perbatasan tetaplah konektifitas yang terhubung dengan jalan poros semi tol disepanjang perbatasan darat.
Mengapa harus jalan poros semi tol ? Padahal jumlah penduduk perbatasan tidak begitu banyak. Jalan poros semi tol ini sangat dibutuhkan di sepanjang perbatasan Kalimantan Timur. Tidak hanya untuk meningkatkan konektifitas antar daerah di perbatasan, namun jalan poros semi tol ini juga dapat digunakan untuk mendukung mobilisasi pasukan dan kendaraan tempur TNI jika pecah perang dengan Malaysia. Jalan ini juga harus dibuat dengan tonase 60 ton atau lebih sehingga jika tank leopard yang akan dibeli oleh TNI AD dan rencananya akan ditempatkan di Kalimantan, dapat melintas di atas jalan poros semi tol itu seandainya pecah perang. Jika terjadi keadaan darurat atau perang dengan Malaysia di perbatasan maka seluruh kendaraan tempur TNI yang berskala berat dan pasukan TNI dapat mencapai seluruh wilayah perbatasan dalam hitungan menit atau jam, dan bisa mencegah serangan dari arah Malaysia atau membalas serangan balik ke Malaysia.
Selain dapat dilalui tank dan kendaraan tempur berat TNI serta untuk mendukung mobilisasi pasukan. Jalan poros semi tol di perbatasan ini juga harus bisa didarati pesawat tempur dan pesawat angkut TNI AU sehingga jika terjadi keadaan darurat atau perang pesawat tempur milik TNI dapat mendarat di jalan tersebut tanpa harus menuju ke pangkalan yang ada di Tarakan, Balikpapan dan Makassar.Negara tetangga Malaysia telah terlebih dahulu membangun jalan semi tol disepanjang perbatasan negara tersebut dengan Indonesia. Jalan tersebut juga dapat didarati pesawat tempur dan dilalui kendaraan berat militer milik Malaysia. Bahkan dalam perhitungan mereka jika terjadi perang dengan Indonesia tank dan tentara mereka dapat mencapai perbatasan kurang dari 30 menit.
Pembangunan jalan itu dapat terealisasi jika ada komitmen dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk menganggarkan anggaran pembangunannya. Seandainya pemerintah provinsi tidak bernafsu membangun jalan tol Samarinda-Balikpapan senilai Rp. 6,2 Triliun dan mengalihkan anggaran itu untuk membangun jalan poros semi tol di sepanjang perbatasan pasti sudah berapa kilometer jalan yang telah terbangun hingga saat ini.
Selain jalan poros semi tol diperlukan pula bandara yang representatif di daerah perbatasan. Saat ini bandara yang lumayan representatif di perbatasan adalah Bandara Nunukan di Kota Nunukan dan Bandara R.A Bessing di Kota Malinau. Serta hanya terdapat satu bandara besar yang digunakan sebagai pangkalan udara TNI serta bandara internasional yaitu Bandara Juwata. Walaupun Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah memulai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas tiga bandara perbatasan di Data Dawai, Long Ampung dan Long Bawan hal itu tetaplah kurang, karena dalam rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bandara-bandara itu landasannya diperpanjang hingga 1.600 meter sehingga dapat didarati pesawat Hercules TNI AU. Seharusnya ke tiga bandara itu landasan pacunya diperpanjang hingga 2.500 meter atau lebih sehingga bisa didarati pesawat tempur milik TNI AU dan dapat digunakan sebagai pangkalan udara TNI AU. Bandara-bandara itu juga harus dilengkapi fasilitas yang lengkap seperti hangar dan depo avtur agar ketika terjadi perang ke tiga bandara itu dapat dijadikan pangkalan terdepan sehingga pesawat-pesawat TNI tidak harus jauh-jauh mengisi logistik ke Tarakan, Balikpapan dan Makassar. Landasan pacu bandara-bandara tersebut juga harus dibuat dengan kualitas yang tinggi sehingga seandainya Malaysia mengebom bandara itu landasannya tetap dapat digunakan untuk mobilitas pesawat.
Selain itu juga perlu diperhatikan kondisi pelabuhan laut di perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Timur. Saat ini terdapat beberapa pelabuhan di perbatasan yaitu Pelabuhan Tunon Taka di Nunukan dan Pelabuhan Malundung di Tarakan. Kedua pelabuhan itu dikelola oleh PT. Pelindo 4 ( persero). Sebenarnya terdapat lagi pelabuhan di Pulau Sebatik yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan. Namun pelabuhan itu tidak dapat dioperasikan hingga saat ini karena masalah batas wilayah antara Indonesia-Malaysia di perairan Sebatik. Tetapi hanya Pelabuhan Malundung di Tarakan yang memiliki fasilitas lengkap dan memadai. Sedangkan Pelabuhan Tunon Taka di Nunukan belum memiliki fasilitas selengkap di Tarakan. Akibatnya kapal-kapal perang besar milik TNI AL yang berpatroli di perairan Ambalat apabila akan mengisi logistik mereka harus mengisinya ke Tarakan daripada ke Nunukan. Padahal jarak Tarakan-Ambalat lebih jauh daripada jarak Nunukan-Ambalat.
Langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah dengan PT. Pelindo 4 (persero) cabang Nunukan adalah meningkatkan kualitas Pelabuhan Tunon Taka sehingga tidak hanya dapat menjadi pelabuhan perdagangan antara Indonesia-Malaysia dan pelabuhan penumpang domestik, namun juga dapat digunakan untuk mendukung operasional kapal-kapal milik TNI AL. Pemerintah dan PT. Pelindo 4 (persero) cabang Nunukan harus segera membangun fasilitas pengisian bahan bakar yang besar dan perpanjangan dermaga di Pelabuhan Tunon Taka sehingga dapat mendukung tidak hanya perekonomian di perbatasan namun juga rencana pertahanan nasional Negara kita.
Bahan bakar minyak juga menjadi masalah klasik di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Timur. Diseluruh wilayah perbatasan sudah pasti terjadi antrean dan kelangkaan bahan bakar minyak. Bahkan ada daerah yang tidak mendapatkan bahan bakar minyak dari Indonesia namun justru mendapatkannya dari Malaysia dengan harga yang sangat mahal. Untuk mengatasi hal ini Pemerintah Provinsi Kalimantan timur dapat mengusulkan ke pertamina dan pemerintah pusat untuk membangun kilang minyak mini dan depo bahan bakar disepanjang wilayah perbatasan. Hal ini bukan hanya untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar di perbatasan namun hal ini juga dapat mendukung rencana pertahanan nasional negara. Seandainya terjadi perang dengan Malaysia, pasukan TNI tidak akan kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar untuk kendaraan tempurnya karena di wilayah perbatasan telah terdapat fasilitas pendukungnya.
Namun semua hal di atas tidak akan terealisasi jika tidak ada kemauan dan komitmen untuk memajukan dan membangun perbatasan dari semua pihak. Sebenarnya pastilah pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat telah memiliki grand design pembangunan perbatasan. Akan tetapi satu hal yang kurang dari semua rencana pemerintah tersebut adalah komitmen untuk menjalankan rencana yang telah dibuat. Karena seandainya rencana itu telah dijalankan minimal 5 tahun lalu sudah pasti kemajuan di perbatasan sudah akan terlihat.


IV.           RINGKASAN DAN KESIMPULAN
Telah sangat jelas terlihat bahwa kondisi perbatasan kita di Kalimantan Timur sangat memprihatinkan dan serba terbatas. Semua infrastruktur disana sangat terbatas dan minim sehingga menyulitkan masyarakat di wilayah perbatasan dalam melakukan aktifitasnya baik aktifitas sosial maupun ekonomi. Hal ini telah berlangsung sangat lama bahkan sejak Indonesia merdeka. Bahkan masyarakat di perbatasan merasa bahwa mereka tidak pernah mendapatkan kemerdekaan, karena selalu terpinggirkan hingga sekarang.
Pasti pemerintah telah memiliki visi dan misi atau grand design untuk memajukan perbatasan Indonesia. Bahkan visi dan misi itu dibuat oleh pemerintah mulai dari pusat, provinsi dan kabupaten. Namun entah karena visi dan misi itu terlupakan atau kalah dengan visi dan misi yang lain sehingga saat ini visi dan misi tersebut tidak pernah terealisasi di perbatasan. Sebenarnya diperlukan langkah-langkah strategis dan ketegasan untuk mengeksekusi rencana yang telah dibuat jika ingin perbatasan menjadi beranda depan NKRI. Seperti telah dijelaskan di atas langkah-langkah strategis yang dapat dijalankan pemerintah adalah mensinkronkan rencana pembangunan perbatasan dengan rencana pertahanan nasional Negara kita. Seperti dengan membangun jalan poros semi tol yang dapat dilalui kendaraan tempur berat dan didarati pesawat tempur, lalu meningkatkan kualitas bandara perbatasan setara dengan bandara internasional sehingga dapat dijadikan pangkalan udara saat terjadi keadaan darurat, serta dengan meningkatkan kualitas pelabuhan di perbatasan sehingga dapat mendukung mobilitas kapal-kapal perang TNI, dan membangun kilang dan depo minyak mini di kawasan perbatasan untuk mengatasi kelangkaan dan mendukung suplai bahan bakar kendaraan tempur TNI jika pecah perang dengan Malaysia.
Namun semua langkah itu amat sangat sulit untuk dijalankan. Tantangan utamanya adalah keterbatasan anggaran pemerintah sedangkan yang ingin dikerjakan oleh pemerintah sangat banyak. Lalu kondisi geografis perbatasan yang sangat berat juga menyulitkan pembangunan yang akan dilakukan pemerintah di wilayah perbatasan.
Tentu saja pemerintah tidak boleh menyerah begitu saja menghadapi kendala itu. Ada satu pepatah yang menyatakan “ tidak ada satu hal pun yang tidak mungkin terjadi ”. Begitu juga dengan membangun perbatasan, walaupun banyak kendala dalam pelaksanaannya namun pemerintah tidak boleh menyerah begitu saja dalam membangun wilayah perbatasan. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa yang dibutuhkan pemerintah dalam membangun perbatasan adalah komitmen dan ketegasan dalam menjalankan rencana yang telah dibuat. Sehingga semua rencana pembangunan yang telah dibuat dapat terealisasi dan perbatasan sebagai beranda depan NKRI dapat segera terwujud hingga tidak hanya menjadi mimpi semu di siang bolong.






DAFTAR PUSTAKA
1.                       APBD Kaltim jadi 15, 4 Triliun www.balikpapanpos.com  24 Agustus 2013
2.                       Pangdam VI Mlw : Tiga Bandara Perbatasan Selesai 2013 diskominfo.kaltimprov.go.id 14 Januari 2013
3.                       PLBL Belum Layani Pelayaran Tawau-Nunukan m.tribunmews.com
08 Januari 2013
4.                       M Adam Kritik Proyek Multiyears kaltim.antaranews.com 22 April 2013
5.                       Kondisi Perbatasan Kalimantan Timur www.kaltimprov.go.id Januari 2011















Previous Post
Next Post

Penyuka Korea yang lagi berjuang meraih mimpi

0 comments:

Silahkan Bacot