PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERBATASAN
KALIMANTAN TIMUR
Disusun oleh:
Hutama Muhammad Anhar
Siswa kelas XI jurusan IPS di
SMAN 10 Samarinda
I.
PENDAHULUAN
Provinsi Kalimantan Timur adalah
Provinsi terbesar kedua di Indonesia setelah Provinsi Papua. Luasnya 1,5 kali
luas Pulau Jawa dengan jumlah penduduk kurang lebih 3.533.143 juta jiwa.
Provinsi Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi terkaya di Indonesia,
dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah mulai dari migas dan
pertambangan seperti batu bara.
Provinsi Kalimantan Timur memiliki
wilayah perbatasan di sepanjang 1.038 km yang meliputi 3 (tiga) wilayah
kabupaten yaitu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat.
Ke 3 (tiga) kabupaten itu berbatasan dengan Negara Bagian Sabah dan Serawak.
Kabupaten Nunukan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah dan Serawak.
Bahkan wilayah Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan terbagi 2 antara Indonesia
dan Malaysia. Sedangkan Kabupaten Malinau dan Kutai Barat berbatasan langsung
dengan Negara Bagian Serawak. Luas wilayah perbatasan
kerseluruhan Kalimantan Timur yang meliputi Kabupaten
Kutai Barat, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan .
Namun wilayah perbatasan yang paling terkenal adalah Pulau Sebatik mencapai
88.513,08 km2 atau 42,42 % dari luas
wilayah Provinsi Kalimantan Timur secara keseluruhan.
Luasnya wilayah perbatasan itu membuat Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kutai
Barat menjadi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan terutama
kebutuhan akan infrastruktur dasar yang baik dan memadai. Kondisi infrastruktur
di perbatasan Kalimantan Timur secara umum dalam kondisi memprihatinkan. Banyak
warga yang tidak dapat menikmati infrastruktur jalan, jembatan, listrik, air
bersih dan fasilitas umum yang memadai terutama di kecamatan-kecamatan yang
berbatasan langsung dengan Malaysia. Hanya wilayah perkotaan saja yang memiliki
infrastruktur yang lumayan lengkap dibandingkan wilayah kecamatan, itupun tetap
saja tidak sebanding dengan fasilitas umum yang ada di negara tetangga.
Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan,
perbatasan yang seyogyanya menjadi beranda depan NKRI justru malah menjadi
terlantar dan tidak terurus seperti halaman belakang saja. Padahal seharusnya
kondisi infrastruktur perbatasan diperhatikan dan dibangun sebagus dan sekuat
infrastruktur di daerah Jawa karena hal ini menyangkut masalah ketahanan dan
keamanan NKRI.
Pembangunan infrastruktur di perbatasan
juga berkaitan dengan kondisi nasionalisme warga perbatasan. Selama ini dengan
minimnya pembangunan infrastruktur di perbatasan mengakibatkan warga perbatasan
merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah. Mereka merasa diabaikan dan akhirnya
banyak dari mereka memilih untuk pindah ke negara tetangga dan berganti
kewarganegaraan karena kondisi disana jauh lebih baik daripada di Indonesia.
Selama ini pemerintah pusat, provinsi
dan kabupaten selalu beralasan minimnya pembangunan di perbatasan karena keterbatasan
anggaran pemerintah. Namun sebenarnya masalah utama pembangunan perbatasan
adalah tidak adanya komitmen dari pemerintah untuk menganggarkan dana
pembangunan perbatasan. Contohnya saja Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
memilih membangun jalan tol Balikpapan-Samarinda daripada jalan raya
disepanjang perbatasan. Padahal proyek senilai Rp. 6,2 Triliun itu hingga kini
progresnya masih rendah dan belum ada kemajuan yang berarti. Seandainya saja
anggaran 6,2 Triliun itu dialokasikan di perbatasan, maka sudah berapa ratus
kilometerkah jalan yang dapat dibangun ? Sudah berapa sekolah yang dapat
dibangun dan diperbaiki ? Sudah berapa puskesmas dan posyandu yang dapat
dibangun ? Dan sudah berapa banyak bandara di perbatasan yang dapat ditingkatkan
menjadi lebih baik ? Satu hal yang dibutuhkan dalam membangun perbatasan adalah
komitmen dari pemerintah untuk membangun perbatasan kita.
II.
KONDISI REAL
PERBATASAN KALTIM SAAT INI
Dari pendahuluan
di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi perbatasan jelas sangat memprihatinkan
dan sangat terbatas. Minimnya infrastruktur di perbatasan mengakibatkan daya
saing Indonesia terhadap negeri jiran Malaysia sangat rendah. Minimnya
infrastruktur juga mengakibatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
perbatasan sangat rendah dibandingkan Negara tetangga Malaysia.
Salah satu
contoh adalah Kecamatan Krayan di Kabupaten Nunukan. Kecamatan Krayan sangat
terisolasi baik dari ibukota kabupaten di Nunukan maupun dari ibukota provinsi
di Samarinda. Bahkan antar desa di Krayan tidak terhubung dengan jalan, banyak
desa di Krayan yang hanya bisa dicapai dengan menggunakan pesawat. Tidak adanya
infrastruktur jalan yang memadai disana jelas sangat merugikan masyarakat di
Krayan dan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi disana. Namun ada beberapa desa
yang terhubung dengan jalan akan tetapi jalan itu sangat memprihatinkan dan
sulit untuk dilalui kendaraan. Bahkan untuk mencapai Kecamatan Krayan dari
ibukota Kabupaten Nunukan hanya bisa menggunakan pesawat jenis Cessna, yang jadwalnya tidak teratur.
Salah satu hal yang terjadi adalah ekonomi biaya tinggi di Krayan karena segala
kebutuhan sembako hanya bisa dipasok dari Malaysia saja. Bukan hanya
infrastruktur jalan saja namun listrik dan air bersih juga tidak memadai di
Krayan. Krayan memiliki satu bandara yang lumayan memadai namun hanya dapat
didarati pesawat kecil karena kondisi bandaranya yang kapasitasnya minim.
Sedangkan bandara lainnya hanya memiliki landasan pacu tanah dan rumput.
Hal ini tidak
hanya terjadi di Kabupaten Nunukan saja, namun juga terjadi di
kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Malinau dan Kutai Barat. Wilayah perbatasan
hanya dapat dicapai dengan menggunakan pesawat karena ketiadaan infrastruktur
jalan yang menghubungkan seluruh wilayah perbatasan Indonesia. Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur tidak tinggal diam melihat kondisi tersebut,
pemerintah menganggarkan anggaran untuk meningkatkan kapasitas bandara di tiga
kabupaten perbatasan. Tiga bandara itu terletak di Data Dawai (Kutai Barat),
Long Ampung (Malinau), dan Long Bawan (Krayan). Pemerintah meningkatkan panjang
landasannya menjadi 1.600 meter sehingga dapat didarati pesawat yang lebih
besar sekelas Hercules. Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur juga membangun pelabuhan Pos Lintas Batas Laut (PLBL)
Lamhiejung di Nunukan sebagai pelabuhan internasional speedboat yang menghubungkan antara Nunukan dan Tawau, Malaysia. Namun
hingga saat ini PLBL Lamhiejung belum dioperasikan untuk tujuan Tawau karena alasan
teknis. PLBL ini hanya digunakan untuk melayani jalur speedboat domestik tujuan Tarakan, Tanjung Selor dan Kecamatan
Sebuku, Sembakung dan Lumbis di wilayah pedalaman Kabupaten Nunukan.
Selain membangun
bandara dan pelabuhan di perbatasan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga
memekarkan wilayah Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara.
Harapannya dengan dimekarkannya Provinsi Kalimantan Timur menjadi Kalimantan
Utara maka pembangunan di daerah perbatasan dapat semakin intensif dilakukan karena
rentang kendali pemerintahan semakin dekat. Namun saat ini Provinsi Kalimantan
Utara belum bisa optimal melaksanakan pembangunan karena belum adanya gubernur
definitive, anggaran pemerintah,perangkat kerja yang lengkap dan DPRD Provinsi
Kalimantan Utara yang belum terbentuk.
Selain kondisi
infrastruktur yang memprihatinkan dan sulitnya untuk mendapatkan sembako di wilayah
perbatasan. Masyarakat di perbatasan juga mengalami kelangkaan bahan bakar
minyak (BBM) dan tabung gas untuk kebutuhan memasak. Untuk memenuhinya warga di
perbatasan mendapatkan bahan bakar minyak dan tabung gas dari Malaysia. Ada
beberapa daerah yang mendapatkan jatah BBM dari Pertamina. Namun antrean
kendaraan yang mengantri BBM di SPBU adalah pemandangan biasa di beberapa
daerah di perbatasan. Tidak sampai 3 hari kuota BBM di daerah perbatasan pasti
langsung habis dan harus menunggu hingga 10 hari sampai kuota selanjutnya tiba.
Hal ini biasa terjadi di daerah Pulau Sebatik dan Nunukan di Kabupaten Nunukan.
Kondisi serba terbatas
dan memprihatinkan di daerah perbatasan ini telah dialami oleh warga di
perbatasan bahkan sejak Indonesia merdeka. Masyarakat perbatasan sudah bosan
dengan rencana yang telah direncanakan pemerintah namun hingga saat ini tidak
pernah dijalankan. Kondisi lain yang terjadi di perbatasan adalah tidak
sinkronnya rencana pembangunan yang dibuat oleh pemerintah dengan rencana
pertahanan nasional sehingga infrastruktur di perbatasan tidak dapat digunakan
untuk mendukung pertahanan nasional negara kita.
III.
LANGKAH
STRATEGIS PEMBANGUNAN PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR
Pembangunan
perbatasan memerlukan terobosan agar perbatasan dapat menjadi beranda depan
NKRI yang menjadi halaman depan rumah kita Indonesia. Pembangunan infrastruktur
perbatasan juga harus bersinergi dengan rencana pertahanan negara kita sehingga
jika terjadi keadaan darurat atau perang dapat dilakukan mobilitas dan
pergerakan pasukan serta kendaraan tempur TNI dengan cepat disepanjang wilayah
perbatasan. Langkah awal yang diperlukan dalam membangun perbatasan adalah
dengan meningkatkan konektifitas antar daerah di perbatasan. Saat ini untuk
meningkatkan konektifitas di daerah perbatasan Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur telah menambah kapasitas dan memperpanjang landasan pacu tiga bandara di
daerah perbatasan. Namun hal itu tidaklah cukup, yang diperlukan masyarakat
perbatasan tetaplah konektifitas yang terhubung dengan jalan poros semi tol
disepanjang perbatasan darat.
Mengapa
harus jalan poros semi tol ? Padahal jumlah penduduk perbatasan tidak begitu
banyak. Jalan poros semi tol ini sangat dibutuhkan di sepanjang perbatasan
Kalimantan Timur. Tidak hanya untuk meningkatkan konektifitas antar daerah di
perbatasan, namun jalan poros semi tol ini juga dapat digunakan untuk mendukung
mobilisasi pasukan dan kendaraan tempur TNI jika pecah perang dengan Malaysia.
Jalan ini juga harus dibuat dengan tonase 60 ton atau lebih sehingga jika tank leopard yang akan dibeli oleh TNI AD dan
rencananya akan ditempatkan di Kalimantan, dapat melintas di atas jalan poros
semi tol itu seandainya pecah perang. Jika terjadi keadaan darurat atau perang
dengan Malaysia di perbatasan maka seluruh kendaraan tempur TNI yang berskala
berat dan pasukan TNI dapat mencapai seluruh wilayah perbatasan dalam hitungan
menit atau jam, dan bisa mencegah serangan dari arah Malaysia atau membalas
serangan balik ke Malaysia.
Selain
dapat dilalui tank dan kendaraan tempur berat TNI serta untuk mendukung
mobilisasi pasukan. Jalan poros semi tol di perbatasan ini juga harus bisa
didarati pesawat tempur dan pesawat angkut TNI AU sehingga jika terjadi keadaan
darurat atau perang pesawat tempur milik TNI dapat mendarat di jalan tersebut
tanpa harus menuju ke pangkalan yang ada di Tarakan, Balikpapan dan Makassar.Negara
tetangga Malaysia telah terlebih dahulu membangun jalan semi tol disepanjang
perbatasan negara tersebut dengan Indonesia. Jalan tersebut juga dapat didarati
pesawat tempur dan dilalui kendaraan berat militer milik Malaysia. Bahkan dalam
perhitungan mereka jika terjadi perang dengan Indonesia tank dan tentara mereka
dapat mencapai perbatasan kurang dari 30 menit.
Pembangunan
jalan itu dapat terealisasi jika ada komitmen dari Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur untuk menganggarkan anggaran pembangunannya. Seandainya pemerintah provinsi
tidak bernafsu membangun jalan tol Samarinda-Balikpapan senilai Rp. 6,2 Triliun
dan mengalihkan anggaran itu untuk membangun jalan poros semi tol di sepanjang
perbatasan pasti sudah berapa kilometer jalan yang telah terbangun hingga saat
ini.
Selain
jalan poros semi tol diperlukan pula bandara yang representatif di daerah perbatasan.
Saat ini bandara yang lumayan representatif di perbatasan adalah Bandara
Nunukan di Kota Nunukan dan Bandara R.A Bessing di Kota Malinau. Serta hanya
terdapat satu bandara besar yang digunakan sebagai pangkalan udara TNI serta
bandara internasional yaitu Bandara Juwata. Walaupun Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur telah memulai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas tiga bandara
perbatasan di Data Dawai, Long Ampung dan Long Bawan hal itu tetaplah kurang,
karena dalam rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bandara-bandara itu
landasannya diperpanjang hingga 1.600 meter sehingga dapat didarati pesawat Hercules TNI AU. Seharusnya ke tiga
bandara itu landasan pacunya diperpanjang hingga 2.500 meter atau lebih
sehingga bisa didarati pesawat tempur milik TNI AU dan dapat digunakan sebagai
pangkalan udara TNI AU. Bandara-bandara itu juga harus dilengkapi fasilitas
yang lengkap seperti hangar dan depo avtur agar ketika terjadi perang ke tiga
bandara itu dapat dijadikan pangkalan terdepan sehingga pesawat-pesawat TNI
tidak harus jauh-jauh mengisi logistik ke Tarakan, Balikpapan dan Makassar.
Landasan pacu bandara-bandara tersebut juga harus dibuat dengan kualitas yang
tinggi sehingga seandainya Malaysia mengebom bandara itu landasannya tetap
dapat digunakan untuk mobilitas pesawat.
Selain
itu juga perlu diperhatikan kondisi pelabuhan laut di perbatasan
Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Timur. Saat ini terdapat beberapa
pelabuhan di perbatasan yaitu Pelabuhan Tunon Taka di Nunukan dan Pelabuhan
Malundung di Tarakan. Kedua pelabuhan itu dikelola oleh PT. Pelindo 4 (
persero). Sebenarnya terdapat lagi pelabuhan di Pulau Sebatik yang dibangun
oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan. Namun pelabuhan itu tidak dapat dioperasikan
hingga saat ini karena masalah batas wilayah antara Indonesia-Malaysia di
perairan Sebatik. Tetapi hanya Pelabuhan Malundung di Tarakan yang memiliki
fasilitas lengkap dan memadai. Sedangkan Pelabuhan Tunon Taka di Nunukan belum
memiliki fasilitas selengkap di Tarakan. Akibatnya kapal-kapal perang besar
milik TNI AL yang berpatroli di perairan Ambalat apabila akan mengisi logistik
mereka harus mengisinya ke Tarakan daripada ke Nunukan. Padahal jarak
Tarakan-Ambalat lebih jauh daripada jarak Nunukan-Ambalat.
Langkah
yang dapat ditempuh oleh pemerintah dengan PT. Pelindo 4 (persero) cabang
Nunukan adalah meningkatkan kualitas Pelabuhan Tunon Taka sehingga tidak hanya
dapat menjadi pelabuhan perdagangan antara Indonesia-Malaysia dan pelabuhan
penumpang domestik, namun juga dapat digunakan untuk mendukung operasional
kapal-kapal milik TNI AL. Pemerintah dan PT. Pelindo 4 (persero) cabang Nunukan
harus segera membangun fasilitas pengisian bahan bakar yang besar dan
perpanjangan dermaga di Pelabuhan Tunon Taka sehingga dapat mendukung tidak
hanya perekonomian di perbatasan namun juga rencana pertahanan nasional Negara
kita.
Bahan
bakar minyak juga menjadi masalah klasik di wilayah perbatasan
Indonesia-Malaysia di Kalimantan Timur. Diseluruh wilayah perbatasan sudah
pasti terjadi antrean dan kelangkaan bahan bakar minyak. Bahkan ada daerah yang
tidak mendapatkan bahan bakar minyak dari Indonesia namun justru mendapatkannya
dari Malaysia dengan harga yang sangat mahal. Untuk mengatasi hal ini
Pemerintah Provinsi Kalimantan timur dapat mengusulkan ke pertamina dan
pemerintah pusat untuk membangun kilang minyak mini dan depo bahan bakar disepanjang
wilayah perbatasan. Hal ini bukan hanya untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar
di perbatasan namun hal ini juga dapat mendukung rencana pertahanan nasional negara.
Seandainya terjadi perang dengan Malaysia, pasukan TNI tidak akan kesulitan
untuk mendapatkan bahan bakar untuk kendaraan tempurnya karena di wilayah
perbatasan telah terdapat fasilitas pendukungnya.
Namun
semua hal di atas tidak akan terealisasi jika tidak ada kemauan dan komitmen
untuk memajukan dan membangun perbatasan dari semua pihak. Sebenarnya pastilah
pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat telah memiliki grand design
pembangunan perbatasan. Akan tetapi satu hal yang kurang dari semua rencana
pemerintah tersebut adalah komitmen untuk menjalankan rencana yang telah
dibuat. Karena seandainya rencana itu telah dijalankan minimal 5 tahun lalu
sudah pasti kemajuan di perbatasan sudah akan terlihat.
IV.
RINGKASAN DAN
KESIMPULAN
Telah
sangat jelas terlihat bahwa kondisi perbatasan kita di Kalimantan Timur sangat
memprihatinkan dan serba terbatas. Semua infrastruktur disana sangat terbatas
dan minim sehingga menyulitkan masyarakat di wilayah perbatasan dalam melakukan
aktifitasnya baik aktifitas sosial maupun ekonomi. Hal ini telah berlangsung
sangat lama bahkan sejak Indonesia merdeka. Bahkan masyarakat di perbatasan
merasa bahwa mereka tidak pernah mendapatkan kemerdekaan, karena selalu
terpinggirkan hingga sekarang.
Pasti
pemerintah telah memiliki visi dan misi atau grand design untuk memajukan
perbatasan Indonesia. Bahkan visi dan misi itu dibuat oleh pemerintah mulai
dari pusat, provinsi dan kabupaten. Namun entah karena visi dan misi itu
terlupakan atau kalah dengan visi dan misi yang lain sehingga saat ini visi dan
misi tersebut tidak pernah terealisasi di perbatasan. Sebenarnya diperlukan
langkah-langkah strategis dan ketegasan untuk mengeksekusi rencana yang telah
dibuat jika ingin perbatasan menjadi beranda depan NKRI. Seperti telah
dijelaskan di atas langkah-langkah strategis yang dapat dijalankan pemerintah
adalah mensinkronkan rencana pembangunan perbatasan dengan rencana pertahanan nasional
Negara kita. Seperti dengan membangun jalan poros semi tol yang dapat dilalui
kendaraan tempur berat dan didarati pesawat tempur, lalu meningkatkan kualitas
bandara perbatasan setara dengan bandara internasional sehingga dapat dijadikan
pangkalan udara saat terjadi keadaan darurat, serta dengan meningkatkan
kualitas pelabuhan di perbatasan sehingga dapat mendukung mobilitas kapal-kapal
perang TNI, dan membangun kilang dan depo minyak mini di kawasan perbatasan
untuk mengatasi kelangkaan dan mendukung suplai bahan bakar kendaraan tempur
TNI jika pecah perang dengan Malaysia.
Namun
semua langkah itu amat sangat sulit untuk dijalankan. Tantangan utamanya adalah
keterbatasan anggaran pemerintah sedangkan yang ingin dikerjakan oleh
pemerintah sangat banyak. Lalu kondisi geografis perbatasan yang sangat berat
juga menyulitkan pembangunan yang akan dilakukan pemerintah di wilayah perbatasan.
Tentu
saja pemerintah tidak boleh menyerah begitu saja menghadapi kendala itu. Ada
satu pepatah yang menyatakan “ tidak ada satu hal pun yang tidak mungkin
terjadi ”. Begitu juga dengan membangun perbatasan, walaupun banyak kendala
dalam pelaksanaannya namun pemerintah tidak boleh menyerah begitu saja dalam
membangun wilayah perbatasan. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa
yang dibutuhkan pemerintah dalam membangun perbatasan adalah komitmen dan
ketegasan dalam menjalankan rencana yang telah dibuat. Sehingga semua rencana
pembangunan yang telah dibuat dapat terealisasi dan perbatasan sebagai beranda
depan NKRI dapat segera terwujud hingga tidak hanya menjadi mimpi semu di siang
bolong.
DAFTAR PUSTAKA
2.
Pangdam
VI Mlw : Tiga Bandara Perbatasan Selesai 2013 diskominfo.kaltimprov.go.id
14 Januari 2013
3.
PLBL
Belum Layani Pelayaran Tawau-Nunukan m.tribunmews.com
08 Januari 2013
4.
M
Adam Kritik Proyek Multiyears kaltim.antaranews.com
22 April 2013
0 comments:
Silahkan Bacot