Sunday, March 2, 2014

Curahan seorang pendatang yang peduli Samarinda : Batu Bara dan Samarinda Potensi Yang Menyengsarakan



Batu Bara dan Samarinda
Potensi Yang Menyengsarakan
           
                        Kota Samarinda, kota terbesar di Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk lebih dari 726.223 ribu jiwa (hasil sensus 2010). Perkembangan pesat kota menuju ke arah kota perdagangan dan jasa tampak terlihat jelas di kota ini. Semakin banyak mall, hotel dan perkantoran bermunculan di kota tepian ini. Kemacetan semakin hari semakin parah karena semakin banyaknya kendaraan bermotor di Samarinda tanda bahwa ekonomi tumbuh pesat di Samarinda.
                        Di balik perkembangan yang sangat pesat kota ini, Samarinda menyimpan bom waktu bencana ekologi. Hal ini terlihat dari intensitas banjir yang menggenangi kota ini semakin lama dan meluas wilayahnya. Selain mengembangkan sektor jasa dan perdagangan sayangnya Samarinda masih mengembangkan sektor pertambangan yaitu pertambangan batu bara. Tambang batu bara inilah salah satu penyebab utama banjir, lonsor dan kerusakan jalan di Samarinda. Selain pertambangan batubara pembangunan permukiman pada kawasan perbukitan juga menjadi salah satu penyebab bencana ekologi Samarinda.
                        Mari kita kerucutkan permasalahan kita di batu bara saja. Pertambangan emas hitam ini terletak mengelilingi kota Samarinda dan menghasilkan pendapatan yang besar bagi kota Samarinda. Pendapatan yang besar itu ternyata juga menghasilkan masalah yang besar, bahkan masalah yang dihasilkan mengakibatkan kerugian yang lebih besar dari keuntungan yang didapat. Bencana ekologi tak terelakkan lagi, wilayah perbukitan yang kebanyakan dijadikan permukiman dan wilayah pertambangan mengakibatkan bencana longsor sering melanda Samarinda. Salah satu kasus longsor yang terjadi akibat rusaknya ekologi di Samarinda adalah longsornya Jalan Dayak Besar di daerah Sempaja beberapa waktu lalu dan masih banyak kasus – kasus lainnya.
                       Namun anehnya sudah tahu bahwa batubara telah mengakibatkan Samarinda mengalami bencana ekologi, tambang batubara di Samarinda tidak juga ditutup dan dievaluasi hingga sekarang . Data pada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kota Samarinda menunjukkan, ada sebanyak 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara yang dikeluarkan Pemerintah Kota Samarinda di lahan seluas 27.500 hektar (ha). Ternyata, dari sekian banyak kerusakan lingkungan yang sudah diakibatkan tambang, mulai dari banjir, debu, lahan yang  ditambang masih hanya sekitar 1900 hektar atau tidak sampai 10 persennya. Dari 1.900 hektar tadi juga masih terbagi 2, yakni sekitar 1.500 hektar masih aktif berproduksi dan 400 hektar sudah dalam tahap reklamasi.
                                Lain lagi pendapat dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), menurut Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur ada lebih dari 76 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara yang dikeluarkan Pemerintah Kota Samarinda dan  5 izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang dikeluarkan pemerintah pusat, memiliki luas konsesi 50.000 hektar dalam kurun waktu hampir 10 tahun terakhir. Jadi sekitar 71 persen dari 71.800 hektar total luas kota Samarinda, merupakan areal pertambangan batu bara.
                                Sungguh sangat memprihatinkan dan ironis sekali, Samarinda sebagai ibukota Kalimantan Timur dan salah satu kota dengan pertumbuhan terbaik di Indonesia Timur justru terbelit masalah akibat pertambangan batu bara yang mengepung disekitar Samarinda. Warga Samarinda sering menyuarakan penolakan akan pertambangan, baik dengan cara menutup akses ke tambang ataupun dengan menutup tambang itu secara langsung. Namun hingga sekarang tetap saja tambang-tambang itu tidak ditutup oleh Pemerintah Kota Samarinda.
                        Menurut Prof Dr Dedy Hariyanto dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul) “sejauh ini tidak pernah dihitung berapa keuntungan yang diperoleh Samarinda dari hasil pertambangan, dibandingkan dampak lingkungan yang ditimbulkan sudah luar biasa” .  Berarti selama ini keuntungan sebenarnya Samarinda dari pertambangan batubara belum diketahui dengan jelas dan belum dipublikasikan oleh Pemerintah Kota Samarinda. Padahal kerugiaannya dengan jelas telah terlihat dan mengakibatkan dampak luar biasa bagi Samarinda.
                        Motto Samarinda sebagai kota TEPIAN ( Teduh, Rapi, Aman, Nyaman ) sudah tidak relevan lagi dengan kondisi Samarinda sekarang akibat tambang batubara. Kota Samarinda memiliki maskot yaitu pesut Mahakam, namun tidak ada satupun pesut yang hidup di sungai-sungai di Kota Samarinda karena sungai – sungai sudah tercemar limbah tambang.
                        Banyak jalan yang ditanami tumbuh – tumbuhan karena mengalami kerusakan akibat dilalui kendaraan berat tambang. Usaha perbaikan jalan dan penanggulangan banjir di Samarinda yang dilakukan Pemerintah Kota Samarinda dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur belum membuahkan hasil menyelamatkan Samarinda dari bencana ekologi karena kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
                        Kota Samarinda telah menjadi contoh bahwa kegilaan akan tambang telah mengakibatkan bencana dan kerugian. Kekayaan akan sumber daya alam yang berlimpah namun dimanfaatkan secara serakah dan sembrono telah membawa Samarinda ke jurang degradasi ekologi. Kota Samarinda masih bisa diselamatkan, namun mungkin dengan biaya yang tidak sedikit dan pengorbanan warga kota untuk bersama – sama menyelamatkannya.
                        Jika kita cinta Samarinda, mari kita selamatkan Samarinda dari kegilaan akan tambang. Belum ada kata terlambat, mari kita bersama berusaha. If You Love Samarinda You Must Save This City.
                       
           
NAMA      : HUTAMA MUHAMMAD ANHAR
          KELAS      : XI IPS
          SISWA SMAN 10 SAMARINDA
Previous Post
Next Post

Penyuka Korea yang lagi berjuang meraih mimpi

0 comments:

Silahkan Bacot