Batu
Bara dan Samarinda
Potensi
Yang Menyengsarakan
Kota Samarinda, kota
terbesar di Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk lebih dari 726.223 ribu
jiwa (hasil sensus 2010). Perkembangan pesat kota menuju ke arah kota
perdagangan dan jasa tampak terlihat jelas di kota ini. Semakin banyak mall,
hotel dan perkantoran bermunculan di kota tepian ini. Kemacetan semakin hari
semakin parah karena semakin banyaknya kendaraan bermotor di Samarinda tanda
bahwa ekonomi tumbuh pesat di Samarinda.
Di balik perkembangan
yang sangat pesat kota ini, Samarinda menyimpan bom waktu bencana ekologi. Hal
ini terlihat dari intensitas banjir yang menggenangi kota ini semakin lama dan
meluas wilayahnya. Selain mengembangkan sektor jasa dan perdagangan sayangnya
Samarinda masih mengembangkan sektor pertambangan yaitu pertambangan batu bara.
Tambang batu bara inilah salah satu penyebab utama banjir, lonsor dan kerusakan
jalan di Samarinda. Selain pertambangan batubara pembangunan permukiman pada
kawasan perbukitan juga menjadi salah satu penyebab bencana ekologi Samarinda.
Mari kita kerucutkan
permasalahan kita di batu bara saja. Pertambangan emas hitam ini terletak
mengelilingi kota Samarinda dan menghasilkan pendapatan yang besar bagi kota
Samarinda. Pendapatan yang besar itu ternyata juga menghasilkan masalah yang
besar, bahkan masalah yang dihasilkan mengakibatkan kerugian yang lebih besar
dari keuntungan yang didapat. Bencana ekologi tak terelakkan lagi, wilayah
perbukitan yang kebanyakan dijadikan permukiman dan wilayah pertambangan
mengakibatkan bencana longsor sering melanda Samarinda. Salah satu kasus
longsor yang terjadi akibat rusaknya ekologi di Samarinda adalah longsornya
Jalan Dayak Besar di daerah Sempaja beberapa waktu lalu dan masih banyak kasus –
kasus lainnya.
Namun anehnya sudah tahu
bahwa batubara telah mengakibatkan Samarinda mengalami bencana ekologi, tambang
batubara di Samarinda tidak juga ditutup dan dievaluasi hingga sekarang .
Data
pada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kota Samarinda menunjukkan, ada
sebanyak 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara yang dikeluarkan Pemerintah
Kota Samarinda di lahan seluas 27.500 hektar (ha). Ternyata, dari sekian banyak
kerusakan lingkungan yang sudah diakibatkan tambang, mulai dari banjir, debu,
lahan yang ditambang masih hanya sekitar
1900 hektar atau tidak sampai 10 persennya. Dari 1.900 hektar tadi juga masih terbagi
2, yakni sekitar 1.500 hektar masih aktif berproduksi dan 400 hektar sudah
dalam tahap reklamasi.
Lain lagi pendapat dari Jaringan
Advokasi Tambang (JATAM), menurut Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan
Timur ada lebih dari 76 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara yang dikeluarkan
Pemerintah Kota Samarinda dan 5
izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang
dikeluarkan pemerintah pusat, memiliki luas konsesi 50.000 hektar dalam kurun
waktu hampir 10 tahun terakhir. Jadi sekitar 71 persen
dari 71.800 hektar total luas kota Samarinda, merupakan areal pertambangan batu
bara.
Sungguh
sangat memprihatinkan dan ironis sekali, Samarinda sebagai ibukota Kalimantan
Timur dan salah satu kota dengan pertumbuhan terbaik di Indonesia Timur justru
terbelit masalah akibat pertambangan batu bara yang mengepung disekitar
Samarinda. Warga Samarinda sering menyuarakan penolakan akan pertambangan, baik
dengan cara menutup akses ke tambang ataupun dengan menutup tambang itu secara
langsung. Namun hingga sekarang tetap saja tambang-tambang itu tidak ditutup
oleh Pemerintah Kota Samarinda.
Menurut Prof Dr Dedy
Hariyanto dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul) “sejauh
ini tidak pernah dihitung berapa keuntungan yang diperoleh Samarinda dari hasil
pertambangan, dibandingkan dampak lingkungan yang ditimbulkan sudah luar biasa”
. Berarti selama ini keuntungan
sebenarnya Samarinda dari pertambangan batubara belum diketahui dengan jelas
dan belum dipublikasikan oleh Pemerintah Kota Samarinda. Padahal kerugiaannya
dengan jelas telah terlihat dan mengakibatkan dampak luar biasa bagi Samarinda.
Motto
Samarinda sebagai kota TEPIAN ( Teduh, Rapi, Aman, Nyaman ) sudah tidak relevan
lagi dengan kondisi Samarinda sekarang akibat tambang batubara. Kota Samarinda
memiliki maskot yaitu pesut Mahakam, namun tidak ada satupun pesut yang hidup
di sungai-sungai di Kota Samarinda karena sungai – sungai sudah tercemar limbah
tambang.
Banyak jalan yang
ditanami tumbuh – tumbuhan karena mengalami kerusakan akibat dilalui kendaraan
berat tambang. Usaha perbaikan jalan dan penanggulangan banjir di Samarinda yang
dilakukan Pemerintah Kota Samarinda dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
belum membuahkan hasil menyelamatkan Samarinda dari bencana ekologi karena
kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Kota Samarinda telah
menjadi contoh bahwa kegilaan akan tambang telah mengakibatkan bencana dan
kerugian. Kekayaan akan sumber daya alam yang berlimpah namun dimanfaatkan
secara serakah dan sembrono telah membawa Samarinda ke jurang degradasi
ekologi. Kota Samarinda masih bisa diselamatkan, namun mungkin dengan biaya
yang tidak sedikit dan pengorbanan warga kota untuk bersama – sama
menyelamatkannya.
Jika kita cinta
Samarinda, mari kita selamatkan Samarinda dari kegilaan akan tambang. Belum ada
kata terlambat, mari kita bersama berusaha. If You Love Samarinda You Must Save
This City.
NAMA : HUTAMA MUHAMMAD ANHAR
KELAS :
XI IPS
SISWA SMAN 10 SAMARINDA
0 comments:
Silahkan Bacot