Thursday, November 19, 2020

KONDISI NASIONALISME DAN EKONOMI MASYARAKAT DI PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR (PENELITIAN KEL. 2 KLS. XI IPS SMAN 10 SAMARINDA ANGKATAN 16)

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

            Di Provinsi Kalimantan Timur, seluruh wilayah utara dan barat  berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. Perbatasan Kalimantan Timur terdiri dari tiga kabupaten yaitu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat.  Masyarakat yang tinggal di perbatasan umumnya adalah masyarakat suku asli Kalimantan yaitu Suku Dayak. Masyarakat yang tinggal di perbatasan umumnya hidup di tengah keterbatasan fasilitas dan sarana umum yang amat diperlukan. Kesejahteraan mereka juga tidak diperhatikan, rata-rata masyarakat perbatasan hidup dibawah garis kemiskinan dan menggantungkan segala kebutuhan bahan pokoknya ke negara tetangga, Malaysia. Perbatasan di Indonesia masih dianggap halaman belakang negara oleh pemerintah. Perbatasan sebagai beranda depan NKRI yang saat ini sering didengungkan oleh pemerintah  hanyalah slogan kosong tanpa bukti dan realisasi. Rendahnya kualitas pendidikan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan menunujukkan bahwa perbatasan adalah tempat yang sangat terbatas, sesuai dengan namanya yaitu perbatasan. Masalah ini sudah terjadi, bahkan sejak 68 tahun Indonesia merdeka hingga sekarang, perbatasan tetap saja memprihatinkan. Sampai saat ini sebagian masyarakat yang tinggal di perbatasan belum merasakan apa yang dinamakan kemerdekaan. Bahkan hal sepele seperti siapa presiden Indonesia saat ini  pun mereka tidak tahu.

            Kondisi sosial ekonomi masyarakat perbatasan Kalimantan Timur hingga saat ini masih sangat tergantung dengan negara tetangga Malaysia. Segala jenis hal mulai dari sembako hingga BBM lebih mudah didapat dari negara tetangga daripada dari negara sendiri. Potret perbatasan seperti ini terjadi secara nyata di sepanjang perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Timur. Ketergantungan ini menandakan bahwa negara Indonesia masih belum bisa menganggap perbatasan sebagai hal penting yang menjadi cermin NKRI dimata negara tetangga kita. Ketergantungan tersebut sebenarnya sangat menyakitkan bagi kita semua, seolah-olah kita mengemis fasilitas dan kesejahteraan  kepada negara tetangga kita. Namun hal seperti ini tidak bisa dihindari lagi karena masyarakat perbatasan harus memenuhi kebutuhan dan  melanjutkan kehidupannya walaupun tanpa dukungan pemerintah.

            Umumnya warga perbatasan Indonesia - Malaysia di Kalimantan Timur,belum menikmati fasilitas infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, listrik dan air bersih yang baik. Akibat ketiadaan infrastruktur dasar ini mengakibatkan perbatasan identik dengan tempat yang terisolir dan tertinggal. Padahal infrastruktur dasar adalah hal terpenting yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Banyak wilayah perbatasan yang bahkan sejak Indonesia merdeka hingga sekarang belum pernah merasakan manfaat pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Bahkan untuk mencapai wilayah perbatasan di Kalimantan Timur harus menempuh jalur udara karena ketiadaan jalur darat.

            Pendidikan adalah hal mendasar yang sangat diperlukan oleh warga Negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah menjamin warganya untuk dapat bersekolah gratis melalui wajib belajar 12 tahun. Namun hal ini tidak berlaku bagi masyarakat yang tinggal di perbatasan. Banyak wilayah perbatasan yang tidak memiliki sekolah, sehingga banyak anak – anak di perbatasan tidak dapat bersekolah. Banyak pula sekolah di perbatasan yang kosong karena tidak memiliki guru. Hal inilah yang mengakibatkan SDM di perbatasan tidak dapat bersaing dengan SDM dari negara tetangga. Padahal SDM adalah modal terpenting dalam pembangunan suatu Negara.

            Dikarenakan banyaknya keterbatasan yang ada di perbatasan, bisa dipastikan tingkat nasionalisme warga perbatasan juga rendah. Banyak eksodus yang terjadi di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Timur terjadi akibat kurangnya fasilitas dan kegiatan ekonomi di perbatasan. Maka dari itu masalah nasionalisme ini sangat penting, karena sangat berkaitan dengan keutuhan wilayah NKRI.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana kondisi ekonomi dannasionalisme masyarakat perbatasan saat ini ?

2.      Apa kaitan dari keterbelakangan ekonomi dengan rasa nasionalisme masyarakat perbatasan ?

3.      Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi masalah di perbatasan?

 

C.    Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan karya tulis ini antara lain :

1.         Meninjau kondisi ekonomi dannasionalisme masyarakat di perbatasan

2.         Meninjau kaitan antara keterbelakangan ekonomi dengan rasa nasionalisme

3.         Meninjau peran pemerintah dalam mengatasi masalah perbatasan ini

 

D.    Manfaat Penelitian

      Manfaat penulisan karya tulis ini antara lain :

1.       Sebagai informasi kepada siswa/I SMAN 10 Samarinda terkait kondisi perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Timur

2.       Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

3.       Sebagai wadah aspirasi peneliti

 

E.  Batasan Masalah

      Batasan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Timur terutama di tiga kabupaten perbatasan di Kalimantan Timur yaitu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat.

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.       PERBATASAN

Perbatasan adalah garis khayalan yang memisahkan dua atau lebih wilayah politik atau yurisdiksi seperti negara, negara bagian atau wilayah subnasional. Pada masa dulu banyak perbatasan yang tidak jelas posisinya. Di beberapa wilayah Indonesia. perbatasan ditandai dengan tapal batas. Tapal batasnya bisa besar ataupun kecil. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perbatasan)

Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas.

Wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga. (www.bapenas.go.id)

Wilayah  perbatasan  Kalimantan  Timur  Meliputi  3  (tiga) Kabupaten yaitu; Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Nunukan, serta meliputi  sebanyak  41  kecamatan  dan  553  desa dan kelurahan di tiga kabupaten. Wilayah  perbatasan  tersebut  merupakan  perbatasan daratan  kecuali  di wilayah Kecamatan  Nunukan  yang  mempunyai perbatasan  laut  dengan  Kota Tawau  di  Negera Bagian  Sabah dan Kecamatan Sebatik yang dibagi dua antara wilayah Sebatik Indonesia dan Sebatik Malaysia. Total  panjang  garis  perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Timur mencapai 1.038 km.

Luas  wilayah  perbatasan  keseluruhan  yang meliputi  Kabupaten  Kutai  Barat, Kabupaten Malinau  dan Kabupaten  Nunukan mencapai  88.513,08  km2  atau  42,42  %  dari  luas  wilayah Provinsi  Kalimantan  Timur. Jadi terlihat bahwa wilayah perbatasan di Provinsi Kalimantan Timur sangat luas dan menyimpan potensi yang besar. Dari  luas  wilayah  perbatasan yang luas tersebut. Kurang lebih sekitar  56,14  %  atau  seluas  49.689,83  km2 daerah tersebut  merupakan wilayah  13  kecamatan  yang  terletak  sejajar  dengan  garis perbatasan antar negara yang berbatasan langsung dengan Negera Bagian Sabah dan Negara Bagian Serawak.

Kabupaten Nunukan secara geografis terletak di antara 115o33 - 118o03 BT      dan 3o15 - 4o24 LU, dengan luas wilayah keseluruhan adalah 13.875,42 km2.              Wilayah Kabupaten Nunukan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar dan Laut Sulawesi, di sebelah barat berbatasan dengan Malaysia Timur - Serawak, di sebelah utara berbatasan dengan Malaysia Timur - Sabah dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau, wilayah ini terbagi atas 15 Kecamatan dan 227 Desa. Umumnya perbatasan di Nunukan adalah perbatasan darat, sisanya adalah perbatasan laut. (Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur oleh : H. Awang Faroek Ishak)

 

B.       EKONOMI DI PERBATASAN

Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsiterhadap barang dan jasa.

Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasaYunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. (http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi)

Terputusnya ekonomi masyarakat perbatasan dengan ekonomi nasional adalah buah dari berpuluh tahun kebijakan pembangunan yang terpusat di Pulau Jawa. Kebijakan itu menempatkan wilayah perbatasan sebagai halaman belakang yang diabaikan. Padahal, justru wilayah perbatasan adalah daerah yang rawan dan seharusnya menjadi permasalahan yang serius bagi pemerintah Indonesia. Pulau-pulau terluar ini sangat rentan dengan masalah-masalah perbatasan dengan wilayah Negara lain. Salah satu masalah perbatasan ini adalah berkaitan dengan kedaulatan NKRI sebagai Negara kesatuan. Kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan tahun 2002 seharusnya menjadi pembelajaran yang paling berharga buat pemerintah Indonesia.

Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada pembangunan daerah perbatasan serta masih kurangnya personil, anggaran, prasarana dan sarana, serta kesejahteraan; Terjadinya perdagangan lintas batas illegal; Kurangnya akses dan media komunikasi serta informasi dalam negeri; Terjadinya proses pemudaran (degradasi) wawasan kebangsaan; Illegal logging dan illegal fishing oleh negara tetangga; serta belum optimalnya koordinasi lintas sektoral dan lintas wilayah dalam penanganan wilayah perbatasan. Pada level internasional, permasalahan daerah perbatasan adalah berupa kesenjangan prasarana dan sarana yang terjadi pada daerah perbatasan khususnya (RI-Malaysia).

Masyarakat perbatasan lebih memilih pergi ke negara tetangga dikarenakan hampir seluruh wilayah kecamatan di perbatasan tidak memiliki akses jalan menuju ibukota kabupaten. Yang tidak kalah penting,  adalah rendahnya daya saing penduduk setempat dibandingkan dengan negara tetangga. Strategi pembangunan kawasan perbatasan dilakukan dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi pada sentra-sentra kawasan perbatasan yang potensial melalui basis ekonomi kerakyatan dengan tersedianya infrastruktur yang memadai.

Kebijakan pembangunan daerah perbatasan dimaksudkan untuk mendorong kebijakan afirmatif tentang pembiayaan dan pengembangan fiskal daerah tertinggal, mendorong Tata Kelola sumber daya alam daerah tertinggal berbasis komoditas unggulan, mendorong dan meningkatkan kualitas SDM melalui program penguatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, merumuskan arah dan kebijakan pembangunan pusat dan daerah, serta proaktif melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder pembangunan daerah tertinggal.

 

 

C.       NASIONALISME DI PERBATASAN

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris: nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme)

Nasionalisme adalah kapsul yang paling ampuh untuk mengatasi segala bentuk penyakit yang tumbuh di masyarakat Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa Republik ini masih berada dalam status negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan di segala sektor. Terutama dalam hal ini, daerah perbatasan adalah prioritas utama bagi pemerintah.

Tidak hanya masalah kemiskinan, pelayanan publik, ataupun persolan pendidikan dan kesehatan di daerah perbatasan, banyak warga Negara Indonesia yang tinggal di perbatasan mengalami kerentanan rasa nasionalisme. Hal ini menjadi sangat mungkin terjadi, jika pemerintah hanya memakai cara konvensional dalam meredam persoalan perbatasan ini. Cara konvensional itu yakni dengan pendekatan militer untuk menjaga pertahanan dan keamanan, tanpa dibarengi dengan upaya perbaikan infrastruktur, pengembangan Sumber Daya Manusia dan pelayanan publik daerah perbatasan ini.

Di Kalimantan timur sendiri ada tiga daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia, yakni Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kabupaten Kutai Barat. Sejumlah desa yang berada di sepanjang garis perbatasan itu kondisinya masih memprihatinkan karena minimnya infrastruktur. Maka sangat menjadi maklum, jika sebagian besar penduduk di tiga kabupaten ini lebih memilih bekerja di Malaysia untuk menopang kehidupan keluarganya. Disamping lapangan pekerjaan yang tersedia cukup luas, tingkat upah yang diberikan di Malaysia juga dianggap lebih memadai. Namun, persoalannya adalah Malaysia tidak mengijinkan anak-anak WNI yang tinggal di perbatasan untuk ikut mengakses pendidikan di wilayah mereka. Tentu saja akses pendidikan ini menjadi persoalan ketika anak-anak di perbatasan harus tumbuh tanpa fasilitas penunjang pendidikan yang memadai. Lantas, dari mana mereka bisa mengenal bangsa dan negaranya jika sarana pembelajarannya saja minim.

 

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

A.      Rancangan Penelitian

·      Menggunakan Metode Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan narasumber siswa/i SMAN 10 Samarinda yang berasal dari daerah perbatasan dan pegawai pemerintahan di wilayah perbatasan

a.    Pelajar Sekolah Menengah

Mindy Lestari  (Siswi SMAN 10 Samarinda)

Jovanda Febrianesty Ganiet (Siswi SMAN 10 Samarinda)

B.       Populasi dan Sampel

 Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah masyarakat di wilayah perbatasan Kalimantan Timur. Sedangkan, sampel yang diambil peneliti adalah siswa-siswi SMAN 10 Samarinda yang berasal dari daerah perbatasan.

Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan mengapa penelitian hanya dilakukan terhadap beberapa sampel saja, yaitu;

1.      Terbatasnya dana yang tersedia

2.      Terbatasnya waktu yang diberikan

3.      Luasnya wilayah perbatasan Kal-Tim dan medan yang berat

C.      Tempat dan Waktu Penelitian

1.      Penelitian 1

Tempat : SMAN 10 Samarinda

Waktu : 25 April 2014, pukul 16.00 WITA s.d selesai

Kegiatan: Mengumpulkan data dengan mewawancarai siswi SMAN 10 Samarinda yang berasal dari daerah perbatasan

D.      Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini digunakan untuk memeriksa kembali kesesuaian data yang telah dikumpulkan untuk memperkuat hasil penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara memeriksa kesesuaian data dimulai dari rancangan penelitian yang sudah sesuai dengan metodologi penelitian yaitu menggunakan metode wawancara dan studi pustaka sampai ke prosedur penelitian yang akhirnya di dapatkan simpulan.

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan studi pustaka dirangkum dan diambil beberapa kutipan penting. Setelah itu, semua kutipan tersebut dipadukan dalam bentuk paragraf deskriptif. 

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.       Kondisi Ekonomi dan Nasionalisme Masyarakat Perbatasan Saat Ini

Untuk kondisi ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan, terdapat dua kondisi ekonomi yang berbeda. Pertama, untuk masyarakat perbatasan yang tinggal di wilayah pusat kota seperti di Malinau Kota, kondisi perekonomian mereka lebih sejahtera dan makmur dibanding masyarakat Samarinda, karena rata-rata masyarakat Malinau Kota memiliki pekerjaan yang layak yang juga dipengaruhi oleh jumlah masyarakat Malinau Kota yang lebih sedikit dibanding dengan jumlah penduduk Kota Samarinda sehingga lapangan pekerjaan mudah untuk didapatkan.

Berbanding terbalik dengan kondisi perekonomian masyarakat Malinau Kota yang lebih sejahtera dan makmur, untuk masyarakat perbatasan yang tinggal didaerah pedalaman perbatasan kondisi ekonomi masyarakat relatif masih tertinggal. Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal menetapkan kabupaten di wilayah perbatasan Kalimantan Timur termasuk dalam kategori daerah yang tertinggal. Mata pencaharian utama masyarakat di wilayah pedalaman daewrah perbatasan masih bertumpu pada sektor pertanian tradisional (subsisten) dengan sistem ladang berpindah (shifting cultivation), dan hasil hutan ikutan lainnya. Sedangkan sektor perdagangan dan sektor-sektor ekonomi lainnya belum cukup berkembang bagi masyarakat di wilayah pedalaman perbatasan, kecuali disekitar Kecamatan Nunukan dan Sebatik yang mempunyai aksessibilitas yang lebih baik.

Kondisi memprihatinkan seperti ini disebabkan oleh beberapa hal seperti minimnya infrastruktur serta kondisinya yang tidak memadai, kurang terjangkaunya listrik dan kesulitan untuk mencari kebutuhan air bersih. Dengan kondisi yang seperti ini, maka sangat menjadi maklum, jika sebagian besar penduduk di tiga kabupaten ini lebih memilih bekerja di negara tetangga, yaitu Malaysia untuk menopang kehidupan keluarganya. Disamping lapangan pekerjaan yang tersedia cukup luas, tingkat upah yang diberikan di Malaysia juga dianggap lebih memadai.

Selain itu, sekitar 70% kebutuhan masyarakat di perbatasan juga didatangkan dari Negara Malaysia, contohnya Kota Tawau. Meskipun disana juga terdapat produk-produk dari Indonesia, masyarakat perbatasan sudah terbiasa menggunakan/mengkonsumsi produk-produk yang didatangkan dari Malaysia. Alasannya beragam, mulai dari kualitas produk Malaysia lebih memuaskan dibanding produk dari Indonesia yang bisa didapat dengan harga yang sama dan kebanyakan produk Indonesia yang sampai di daerah perbatasan sudah dalam kemasan rusak karena dikirim dari pulau Jawa yang sangat jauh sehingga memakan banyak waktu dan uang. Salah satu contoh kasus yang sangat memprihatinkan adalah Malinau, Tarakan, atau Berau terkenal dengan jajanan ringan/snack yang berasal dari Malaysia dan sudah menjadi kebiasaan untuk menjadikan jajanan ini sebagai oleh-oleh khas dari daerah tersebut, sehingga makanan asli atau tradisional dari daerah perbatasan ini tidak kita kenal sama sekali.

Sedangkan untuk kondisi nasionalisme masyarakat di wilayah perbatasan ini masih sedikit, perlahan namun pasti rasa nasionalime ini akan runtuh. Karena kondisi masyarakat perbatasan saat ini yang sudah sangat bergantung pada negara Malaysia sehingga menjadikan Indonesia semakin jauh dan asing di mata masyarakat perbatasan.

Walaupun banyak masyarakat Indonesia yang bekerja di Malaysia dan tinggal di wilayah perbatasan, tetapi Malaysia tidak mengijinkan anak-anak WNI yang tinggal di perbatasan untuk  ikut mengakses pendidikan di wilayah mereka. Sedangkan perhatian pemerintah terhadap pendidikan untuk masyarakat di wilayah perbatasan sangatlah kurang, mulai dari minimnya infrastruktur untuk mendukung pembelajaran dan juga kurang memadai. Banyak anak-anak yang tinggal di wilayah perbatasan harus menempuh perjalanan berpuluh-puluh kilometer untuk mengenyam pendidikan. Tentu saja akses pendidikan ini menjadi persoalan ketika anak-anak di perbatasan harus tumbuh tanpa fasilitas penunjang pendidikan yang memadai. Lantas, dari mana mereka bisa mengenal bangsa dan negaranya jika sarana pembelajarannya saja minim. Tidak hanya minimnya sarana publik, seperti pembangunan jalan, sarana kesehatan, dan lain sebagainya, yang tak kalah pentingnya adalah sarana pendidikan yang sangat pas-pasan di daerah perbatasan ini. Hal inilah yang mungkin menjadi dasar mengapa rasa nasionalisme di daerah perbatasan ini patut dipertanyakan.

Padahal sebagaimana amanat yang terdapat di UUD 1945 bahwa tujuan pendirian negara ini salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Jika amanat ini dilanggar, maka sangat wajar jika WNI tidak mengenal negaranya sendiri, bahkan meski hanya melalui simbol kenegaraan sekalipun.

 

 

B.       Kaitan dari Keterbelakangan Ekonomi dengan Nasionalisme Masyarakat Perbatasan

Keterbelakangan ekonomi di daerah perbatasan berdampak terhadap nasionalisme masyarakat di perbatasan yang semakin berkurang. Rasa cinta tanah air masyarakat terhadap negara Indonesia semakin menipis karena dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan di perbatasan mengakibatkan perekonomian disana berkembang sangat lambat. Kebutuhan akan barang – barang pokok hanya dapat dipenuhi melalui negara tetangga. Karena seringnya interaksi antara masyarakat perbatasan dengan negara tetangga Malaysia, menjadikan masyarakat jadi merasa lebih dipelihara oleh negara tetangga Malaysia daripada negara sendiri yaitu Indonesia. Masyarakat lebih memilih menggunakan produk Malaysia karena banyak tersedia di daerah perbatasan dan harganya lebih murah dari produk Malaysia. Jadi, karena keterbelakangan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan maka nasionalisme masyarakat perbatasan lumayan rendah dan masyarakat perbatasan lebih cinta dan mengetahui hal–hal yang menyangkut Malaysia daripada Indonesia.

 

 

C.       Peran Pemerintah dalam Mengatasi Masalah di Perbatasan

Selain kondisi ekonomi masyarakat di daerah pedalaman perbatasan yang masih tertinggal, nasionalisme yang hampir runtuh dalam diri masyarakat di perbatasan juga menjadi salah satu pekerjaan rumah yang rumit dan susah bagi pemerintah Indonesia untuk cepat diselesaikan.  Hal ini menjadi sangat mungkin terjadi, jika pemerintah hanya memakai cara konvensional dalam meredam persoalan nasionalisme di perbatasan ini. Cara konvensional itu yakni dengan pendekatan militer untuk menjaga pertahanan dan keamanan, tanpa dibarengi dengan upaya perbaikan infrastruktur, dan pengembangan Sumber Daya Manusia dan pelayanan publik di daerah perbatasan.

Saat ini cara konvensional lebih digunakan oleh pemerintah Indonesia di perbatasan Indonesia. Pemerintah seharusnya menggunakan pendekatan persuasif dengan menggunakan pembangunan bidang ekonomi dalam membangun perbatasan melalui keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pembangunan wilayah perbatasan seperti program PNPM Mandiri dan bantuan pembangunan program padat karya di perbatasan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.       Kesimpulan

Dari penelitian yang telah penulis lakukan, disimpulkan bahwa kondisi ekonomi dan nasionalisme masyarakat di daerah perbatasan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia masih rendah. Perekonomian masyarakat sangat memprihatinkan jika masyarakat masih menggantungkan hidupnya dengan pekerjaan di Indonesia. Banyak masyarakat yang bekerja di Malaysia karena upah yang diperoleh lebih tinggi dibanding bekerja di Indonesia. Selain itu segala kebutuhan pokok masyarakat didatangkan dari Kota Tawau, Malaysia. Pemenuhan infrastruktur dan fasilitas umum juga masih kurang. Hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat nasionalisme warga. Karena keterbelakangan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan maka nasionalisme masyarakat perbatasan lumayan rendah dan masyarakat perbatasan lebih cinta dan mengetahui hal–hal yang menyangkut Malaysia daripada Indonesia. Jika tidak ada peran pemerintah untuk menangani masalah tersebut maka masyarakat akan lebih cenderung memilih Negara Malaysia sebagai negaranya. Maka Indonesia akan sangat mudahkehilangan warga negaranya.

 

B.       Saran

Dari penelitian yang telah penulis lakukan, penulis mendapatkan berbagai masalah dan saran bagi pemerintah, masyarakat perbatasan dan pembaca mengenai kondisi ekonomi dan nasionalisme masyarakat di daerah perbatasan. Penulis menyarankan agar pemerintah lebih melihat dan memperhatikan warga di perbatasan karena mereka juga anggota masyarakat dari Republik Indonesia dan perlu uluran tangan dari pemerintah serta pembangunan agar dapat meraih kesejahteraan. Kemudian saran penulis bagi masyarakat perbatasan adalah agar masyarakat untuk lebih mencintai tanah air Indonesia karena biar bagaimanapun Indonesia adalah tanah kelahirannya. Sedangkan saran penulis bagi pembaca adalah dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan acuan apabila pembaca ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tema penelitian ini.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1.      www.kompasiana.com,

2.      Strategi Pembangunan Perbatasan Kalimantan Timur oleh : H. Awang Faroek Ishak

3.      www.nunukankab.go.id

4.      www.kaltimprov.go.id

5.      www.bapenas.go.id

6.      www.wikipedia.com

7.      regionalinvestement.bkpm.go.id

8.      www.antaranews.com

9.      http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi

10.  http://indonesiaindonesia.com/f/87792-nasionalisme-realitas-perbatasan-indonesia-jauh/nasionalisme : realitas perbatasan, indonesia yang jauh MOJAVE

11.  http://sosbud.kompasiana.com/2012/12/12/rentannya-nasionalisme-daerah-perbatasan-515537.html

12.  http://www.wilayahperbatasan.com/member-home-batas/module-tiga/ekonomi-perbatasan/

 

 

 

 

Previous Post
Next Post

Penyuka Korea yang lagi berjuang meraih mimpi

0 comments:

Silahkan Bacot