Nyanyi Sunyi
Nyanyi Sunyi
dituliskan oleh Tengku Amir Hamzah tahun 1937 di Jakarta pada saat Beliau
berumur 26 tahun. Dalam antologi ini terdapat 24 puisi termasuk diantaranya
pula puisi “Padamu Jua” yang populer bacakan pada peringatan keagamaan (Maulid
Nabi, Isra’ Mi’raj) di sekolah dasar. Generasi kelahiran tahun 50 hingga 60 -an
mungkin masih hapal sajak-sajaknya dari antologi ini. Amir Hamzah yang dijuluki
oleh HB. Jassin sebagai Raja penyair Pujangga Baru meninggal di Kuala Begumit ,
20 Maret 1946 sebagai korban Revolusi Sosial di Sumatera Timur. Beliau dimakamkan
di pemakaman mesjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat.
Nyanyi Sunyi
Amir Hamzah
Amir Hamzah
Penerbit
Dian Rakyat – Jakarta
cetakan Keempatbelas 2004
30 Halaman
ISBN 979-523-047-6
cetakan Keempatbelas 2004
30 Halaman
ISBN 979-523-047-6
Beberapa
puisi dalam antologi puisi “Nyanyi Sunyi”
Insyaf
Segala
kupinta tiada kauberi
Segala kutanya tiada kau sahuti
Butalah aku terdiri sendiri
Penuntun tiada memimpin jari
Segala kutanya tiada kau sahuti
Butalah aku terdiri sendiri
Penuntun tiada memimpin jari
Maju mundur
tiada berdaya
Sempit bumi dunia maya
Runtuh ripuk astana cuaca
Kureka gembira di lapangan dad
Sempit bumi dunia maya
Runtuh ripuk astana cuaca
Kureka gembira di lapangan dad
Buta tuli
bisu kelu
Tertahan aku dimuka dewala
Tertegun aku di jalan buntu
Tertebas putus sutera sempana
Tertahan aku dimuka dewala
Tertegun aku di jalan buntu
Tertebas putus sutera sempana
Besar benar
salah arahku
Hampir tertahan tumpah berkahmu
Hampir tertutup pintu restu
Gapura rahasia jalan bertemu
Hampir tertahan tumpah berkahmu
Hampir tertutup pintu restu
Gapura rahasia jalan bertemu
Insyaf
diriku dera durhaka
Gugur tersungkur merenang mata:
Samar terdengar suwara suwarni
Sapur melipur merindu temu
Gugur tersungkur merenang mata:
Samar terdengar suwara suwarni
Sapur melipur merindu temu
Subuh
Kalau subuh
kedengaran subuh
Semua sepi sunyi sekali
Bulan seorang tertawa terang
Bintang mutiara bermain cahaya
Semua sepi sunyi sekali
Bulan seorang tertawa terang
Bintang mutiara bermain cahaya
Terjaga aku
tersentak duduk
terdengar irama panggilan jaya
Naik gembira meremang roma
Terlihat panji terkibar dimuka
terdengar irama panggilan jaya
Naik gembira meremang roma
Terlihat panji terkibar dimuka
Seketika
teralpa,
Masuk bisik hembusan setan
Meredakan darah debur gemuruh
Menjatuhkan kelopak mata terbuka
Masuk bisik hembusan setan
Meredakan darah debur gemuruh
Menjatuhkan kelopak mata terbuka
Terbaring
badanku tiada berkuasa
Tertutup
mataku berat semata
Terbuka layar gelanggang angan
Terulik hatiku di dalam kelam
Terbuka layar gelanggang angan
Terulik hatiku di dalam kelam
Tetapi
hatiku kecil
Tiada terlayang di awang dendang
Menangis ia bersuara seni
Ibakan panji tiada terdiri
Tiada terlayang di awang dendang
Menangis ia bersuara seni
Ibakan panji tiada terdiri
Astana rela
Tiada bersua
dalam dunia
Tiada mengapa hatiku sayang
Tiada dunia tempat selama
Layangkan angan meninggi awan
Tiada mengapa hatiku sayang
Tiada dunia tempat selama
Layangkan angan meninggi awan
Jangan
percaya hembusan dnia
Tilikan tajam mata kepala
Sungkumkan sujud hati sanubari
Tilikan tajam mata kepala
Sungkumkan sujud hati sanubari
Mula segala
tiada ada
Pertengahan masa kita bersua
Ketika cinta tiga bercerai ramai
Di waktu tertentu berpandang terang
Pertengahan masa kita bersua
Ketika cinta tiga bercerai ramai
Di waktu tertentu berpandang terang
Kalau
kekasihmu hasratkan dikau
Restu sempana memangku daku
Tiba masa kita berdua
Berkaca bahagia di air mengalir
Restu sempana memangku daku
Tiba masa kita berdua
Berkaca bahagia di air mengalir
Bersama kita
mematah buah
Sempana kerja dimuka dunia
Bunga cerca melayu lipu
Hanya bahagia tersenyum harum
Sempana kerja dimuka dunia
Bunga cerca melayu lipu
Hanya bahagia tersenyum harum
Disitu baru
kita berdua
Sama merasa, sama membaca
Tulisan cuaca rangkaian mutiara
Di Mahkota gapura astana rela.
Sama merasa, sama membaca
Tulisan cuaca rangkaian mutiara
Di Mahkota gapura astana rela.
Di dalam
kelam
Kembali lagi
marak-sumarak
Jilat melonjak api penyuci
Dalam hatiku tumbuh jahanam
Terbuka neraka di lapangan swarga
Jilat melonjak api penyuci
Dalam hatiku tumbuh jahanam
Terbuka neraka di lapangan swarga
Api melambai
melengkung lurus
Merunta ria melidah belah
Menghangus debu mengitam belam
Buah tenaga bunga swarga
Merunta ria melidah belah
Menghangus debu mengitam belam
Buah tenaga bunga swarga
Hati firdusi
segera sentosa
Murtad merentak melaut topan
Naik kabut mengarang awan
Menghalang cuaca nokta utama
Murtad merentak melaut topan
Naik kabut mengarang awan
Menghalang cuaca nokta utama
berjalan aku
didalam kelam
Terus lurus modal berhenti
Jantung dilebur dalam jahanam
Kerongkong hangus kering peteri
Terus lurus modal berhenti
Jantung dilebur dalam jahanam
Kerongkong hangus kering peteri
meminta aku
kekasihku sayang:
Turunkan hujan embun rahmatmu
Biar padam api pembelian
Semoga pulih pokok percayaku
Turunkan hujan embun rahmatmu
Biar padam api pembelian
Semoga pulih pokok percayaku
Ibuku Dehulu
Ibuku dehulu
marah padaku
Dia ia tiada berkata
Akupun lalu merajuk pilu
Tiada perduli apa terjadi
Dia ia tiada berkata
Akupun lalu merajuk pilu
Tiada perduli apa terjadi
Matanya
terus mengawas daku
Walaupun bibirnya tiada berdera
Mukanya masam menahan sedan
Hatinya pedih karena lakuku
Walaupun bibirnya tiada berdera
Mukanya masam menahan sedan
Hatinya pedih karena lakuku
Terus aku
berkesal hati
menurutkan setan mengacau-balau
Jurang celaka terpandang dimuka
Kusongsong juga-biar cedera
menurutkan setan mengacau-balau
Jurang celaka terpandang dimuka
Kusongsong juga-biar cedera
Bangkit ibu
dipegangnya aku
Dirangkumnya serta dikuncupnya serta
Dahiku berapi pancaran neraka
Sejak sentosa turun ke kalbu
Dirangkumnya serta dikuncupnya serta
Dahiku berapi pancaran neraka
Sejak sentosa turun ke kalbu
Demikian
engkau : Ibu, bapa, kekasih pula
Berpadu dalam dirimu
Mengawas daku dalam dunia
Berpadu dalam dirimu
Mengawas daku dalam dunia
Panji di
Hadapanku
Kau kibarkan
panji di hadapanku
HIjau jernih di ampu tongkat mutu
HIjau jernih di ampu tongkat mutu
mutiara.
Dikananku berjalan, mengiring perlahan,
Dikananku berjalan, mengiring perlahan,
ridlamu
rata, dua sebaya, putih, puitih,
penuh
melimpah, kasih persih.
Gelap-gelap kami berempat, menunggu-
Gelap-gelap kami berempat, menunggu-
nunggu,
mendengar-dengar
suara sayang, panggilan-panjang, jatuh-
suara sayang, panggilan-panjang, jatuh-
terjatuh,
melayang-layang.
Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta,
melayang-layang.
Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta,
memohon-mohon,
moga terbuka selimut kabut, pembungkus
moga terbuka selimut kabut, pembungkus
halus
nokta utama
Jika nokta terbuk-raya
Jika kabut tersingkap semua
Cahaya ridla mengilau kedalam
Nur rindu memancar keluar.
nokta utama
Jika nokta terbuk-raya
Jika kabut tersingkap semua
Cahaya ridla mengilau kedalam
Nur rindu memancar keluar.
0 comments:
Silahkan Bacot