Tuesday, March 15, 2022

Cerita Senin : Tahlilan

         Judulnya memang Cerita Senin tapi sebenarnya ini diposting pada hari Selasa hehehe. Entahlah kemarin aku menghabiskan hari dengan rebahan saja seharian begitupun dengan hari ini walaupun gak sebanyak kemarin. Aku ingin menceritakan hal baru yang sering kulakukan setelah Alm. Bapak ku meninggal. Hal itu adalah pergi ke undangan tahlilan menggantikan beliau.

            Jujur aku pertama kali tahlilan adalah saat masih mahasiswa dulu. Waktu itu aku bergabung dengan organisasi mahasiswa PMII yang merupakan badan otonom dari NU. Di PMII rutin diadakan kegiatan tahlilan setiap malam Jum'at oleh seluruh anggota. Maka dari situlah aku pertama kali mengenal tradisi yang namanya tahlilan. 

            Sebenarnya apa sih tahlilan itu ? Menurut definisi yang kupahami sendiri selama ini tahlilan adalah kegiatan membaca kalimat tasbih, tahmid, tahlil dan shalawat yang biasanya juga dirangkai dengan membaca Surat Yasin dan ayat Al - Quran untuk mendoakan keluarga, kerabat atau leluhur kita yang telah berpulang. Biasanya untuk keluarga atau kerabat yang meninggal dunia tahlilan diadakan mulai dari 7 harinya, 40 harinya, 100 harinya, setahunnya, dua tahunnya dan 1000 harinya. Selebihnya juga ada yang melakukannya secara rutin setiap malam Jum'at. 

            Sebenarnya ya jika dirunut ke masa Nabi Muhammad SAW pasa saat itu tidak ada tradisi membaca tahlil 7 hari dan seterusnya seperti di tradisi kita ini. Tahlilan tradisi kita aslinya berawal dari tradisi pada masa sebelum Islam dulu. Pada waktu itu masyarakat mengadakan peringatan kematian mulai dari 7 hari, 40 hari, 100 hari dan seterusnya juga. Perayaan itu dilakukan sebagai penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan almarhum, akan tetapi perayaan sebelum Islam masuk itu lebih ke acara kumpul - kumpul sekaligus minum - minuman keras, berjudi dan kegiatan lainnya yang kurang baik. Baru setelah masuknya Islam oleh Walisongo pada saat itu tradisi ini tidak dihapuskan dan tetap ada sebagai penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan tetapi isi acaranya dirubah dari yang tadinya banyak hal buruknya diganti jadi zikir yang mengagungkan Allah SWT, shalawat dan membacakan ayat suci Al - Quran.

                Pada masa diriku kuliah dulu memang sih aku pernah dengar dan tahu ada kelompok - kelompok yang menganggap kegiatan ini bid'ah karena tak ada pada zaman Rasulullah SAW. Ada pula yang menyatakan bacaan yang diniatkan untuk almarhum yang sudah meninggal tidak akan sampai dan macam - macam pandangan lainnya. Tapi bagiku pribadi sih tahlilan memang tidak ada pada zaman Rasulullah dulu akan tetapi isi bacaan tahlil kan juga bukan hal yang jelek, justru di dalamnya ada bacaan zikir, shalawat dan juga ayat suci Al - Quran. Jadi walaupun di zaman Rasulullah dulu tidak ada kurasa tidak apa kita membaca kalimat - kalimat itu toh itu juga bisa sebagai zikir yang baik juga untuk kita. Perkara bacaan tahlil yang dibaca ditujukan kepada seseorang dan sampai tidaknya kalo menurutku sih itu hanya Allah SWT yang tahu, kalau pun memang tidak sampai bacaan tahlil tersebut aku yakin hal itu tetap bernilai kebaikan karena isinya kan zikir, shalawat dan ayat Al - Quran. Tapi hal ini hanya pendapatku saja mengenai tahlilan dari yang kutahu sejak kuliah dulu. Kalau untuk lebih jelasnya banyak Ulama dan ahlinya yang bisa menjelaskan terkait ini.

            Lalu apakah saat Almarhum Bapakku meninggal aku dan keluarga mengadakan tahlilan ? Padahal notabene Bapakku adalah seorang pengikut Muhammadiyah yang tidak terikat tradisi - tradisi macam ini. Jawabannya adalah iya aku mengadakan tahlilan lengkap untuk beliau. Mungkin karena aku tumbuh dan belajar di lingkungan Nahdlatul Ulama selama kuliah dan juga adikku adalah santri di salah satu pondok pesantren besar di Jawa Timur yang mendasari keputusan kami mengadakan tahlilan untuk beliau. Niat kami untuk mendoakan beliau sesuai keyakinan kami, perkara sampai tidaknya Allah SWT lebih tahu akan hal itu. Selain itu kami juga meniatkannya sebagai sedekah dan juga ajang silaturahmi antar keluarga dan kerabat saat acara tahlilan tersebut.

                Setelah beliau meninggal sekarang aku menggantikan beliau menghadiri undangan tahlilan dan pengajian menggantikan beliau. Tapi sebagai suku Jawa yang tinggal di perantauan di luar Jawa ada perbedaan dalam acara tahlilan dengan suku lainnya. Mungkin dilain tulisan akan aku jelaskan tentang hal itu. Tapi satu hal yang patut dicermati disini adalah Alm. Bapakku walaupun beliau adalah warga Muhammadiyah yang tidak punya tradisi tahlilan tapi beliau semasa hidupnya tidak pernah menolak dan selalu hadir jika ada undangan tahlilan yang ditujukan untuk beliau. Tulisan ini jadi ada pesan toleransinya kan hehehe. Intinya adalah kita jangan mencela keyakinan dan kepercayaan orang lain apalagi mengecap itu salah dan kita yang paling benar. Jika memang masih ada klaim merasa paling benar dengan dasar aturannya masing - masing ya silahkan saja, mari kita jalani apa yang kita percaya dan perkara benar tidaknya hanya Allah Yang Maha Benar yang lebih tahu. Tapi ada positifnya juga lho tahlilan kalo rejeki ya bisa dapat berkat hehehehe.

Previous Post
Next Post

Penyuka Korea yang lagi berjuang meraih mimpi

0 comments:

Silahkan Bacot